Foto: Roma Hidayat.
LOMBOK TIMUR.Bumigoramedia.com – Hingga kini pejabat eselon II di Lombok Timur (Lotim) Nusa Tenggara Barat (NTB) belum bisa dimutasi oleh pemerintahan bupati-wakil Bupati H. Haerul Warisin – H. M. Edwin Hadiwijaya (Iron-Edwin). Kecuali hanya satu pejabat eselon II, Dr. H. Mugni yang dirotasi ke Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah (Arpusda). Itu pun hanya mutasi untuk menggantikan pelaksana tugas (Plt) Arpusda di sana, dengan eselon setara.
Niat untuk menempatkan para pejuang Iron-Edwin dari kalangan ASN tersebut terkendala regulasi ASN itu sendiri, yang tidak bisa dipromosikan untuk menempati posisi strategis. Kecuali pejabat dimaksud menandatangani surat pengunduran diri di atas kertas bermaterai. Tak ada seorang pun pejabat eselon dua yang notabene bukan pejuang SMART tersebut untuk mau mengundurkan dirinya. Kini didorong pejabat eselon dua tersebut berkarier ke luar dari Lombok Timur.
‘’Tetapi hati-hati, bisa saja itu jadi jebakan Batman,’’ kata pengamat kebijakan publik, Roma Hidayat di Selong, Rabu 21 Mei 2025. Maksudnya, kalau ada pejabat eselon dua di Lotim mengajukan pengunduran dirinya untuk maju berkarier di pemprov NTB atau di Kementerian di Jakarta, maka seketika itu bisa saja dia divonis bahwa yang bersangkutan tidak mendukung pemerintahan SMART kedepan. Otomatis yang bersangkutan tak diberikan slot jabatan untuk selanjutnya di Lotim.
Pengunduran dirinya dapat diterima, tetapi siapa yang menjamin jabatan yang dituju di pemprov atau di Kementerian akan berjalan mulus sesuai keinginan? ‘’Akibatnya tentu fatal, ibarat pepatah Melayu, hendak nangkap burung di atas sana, tetapi punai yang di tangan lepas,’’ kata Roma.
Bagi Roma Hidayat, jika memang pemerintahan Iron-Edwin betul-betul beritikad baik mendorong pejabat Lotim untuk berkarier di pemprov atau Kementerian, seyogianya kepala daerah berkomunikasi dulu dengan Gubernur atau Menteri di Jakarta untuk pengisian slot jabatan, sehingga mereka yang didorong pindah tugas tersebut nyaman. ‘’Jangan sampai nanti telah hilang di Lotim, tapi juga tak tampak di pemprov atau Kementerian,’’ ucapnya.
Aktivis Roma Hidayat yang juga dikenal sebagai Direktur Eksekutif Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) NTB ini menyarankan, baik pemerintahan SMART maupun para pejabat eselon dua sebaiknya sama-sama mengendalikan diri. ‘’Para pejabat jangan terlalu bernafsu untuk memegang satu jabatan yang diinginkan, dan pemerintahan Iron-Edwin jangan terlalu bernafsu untuk mengakomodir para pejuangnya sehingga terpaksa melabrak aturan yang ada,’’ katanya.
Roma yang juga Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Lombok Timur ini mengapresiasi penempatan pejabat eselon III yang baru mulai ditempatkan beberapa waktu lalu. Para pejabat eselon tiga itulah yang sesungguhnya akan melaksanakan program di setiap organisasi pemerintah daerah (OPD), dari perencanaan hingga eksekusi program. ‘’Jadi, kalau memang begitu panjang perjalanan yang akan ditempuh dalam meritokrasi birokrasi tersebut, sebaiknya memang eselon III saja yang ditata dulu, sebab merekalah yang akan mengerjakan hal-hal teknis program OPD,’’ lanjutnya.
Walaupun sesungguhnya mutasi yang dilakukan pada tataran eselon III yang baru lalu itu terkesan malah kurang adaptif terhadap semangat meritokrasi birokrasi. Awalnya bersemangat mengembalikan guru ke fungsional dari struktural, tetapi malah guru dilantik menjadi pejabat struktural. ‘’Saya khawatir bupati tidak memperoleh informasi komprehensif terhadap figur-figur pejabat yang dilantiknya itu,’’ kata Roma, seraya menyarankan agar para pembisik jangan sampai membuat bupati mengambil keputusan yang akan membuat gaduh.
Menurut Roma, diketahui janji pemerintahan SMART dalam kampanyenya soal penataan birokrasi, akan menerapkan sistem meritokrasi. ‘’Yang perlu kita ingat bahwa sistem meritokrasi itu adalah sebuah sistem ilmiah yang berjalan di atas dalil dalil objektif dan transparan. Oleh karena itu, pelaksanaan dari sistem meritokrasi itu berbasiskan data, informasi valid dan analisis ilmiah serta bebas interest pribadi dan politik,’’ katanya, seraya menambakan diksi bebas interest pribadi dan politik itulah yang paling sulit.
Bagi Roma Hidayat, yang dikenal sebagai pemandu acara debat kandidat calon bupati Lotim periode lalu itu, pihaknya menghargai dan memaklumi bahwa SMART punya visi dan janji yang harus dicapai. Ia menganalogikan seperti pelatih-pelatih liga champion, maka untuk mewujudkan visi, pelatih akan lakukan rekruitmen dan rotasi, reformasi tim, siapa yang jadi starting eleven dalam pertandingan, dan lainnya. ‘’Tapi para pelatih itu melakukannya dengan meritokrasi, mereka melakukan riset, studi lapangan, mencari bakat, menyewa pandit pencari bakat, membaca statistik perfoma pemain. Setelah semua itu dilakukan, baru pelatih memilih dan menempatkan pemain di posisi yang tepat,’’ katanya.
‘’Namun jika hari ini SMART mau melakukan rotasi pejabat, kita hargai, tapi dengan pertanyaan betulkah telah sesuai dengan sistem meritokrasi? kita sebagai publik patut bertanya apakah sistem meritokrasi yang dia janjikan selama kampanye sudah dilakukan atau belum. Karena sampai hari ini, kita tidak pernah mendapatkan informasi yang cukup sejauh mana dan bagaimana SMART melakukan asesmen kinerja terhadap pejabat yang ada, bagaiamana raport mereka, apakah telah memenuhi indikator-indikator standar SKP (Sasaran Kinerja Pegawai), nilai integritas, etika, dan lainnya. Minimal release singkat dari Baperjakat . Dengan adanya ris raport kinerja pejabat, maka publik akan mafhum siapa yang bernilai merah dan wajar diganti,’’ ujarnya.
Soal karir ke provinsi ataupun ke pusat, Roma melihat kewenangan bupati tidak sampai ke sana. Dia hanya berwenang menata pegawai di lingkungan kabupaten. Promosi jabatan PNS diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Adapun bupati berjanji untuk memfasilitasi atau merekomendasikan mutasi/promosi ke provinsi atau pusat, maka itu bentuk praktek penggunaan ordal (orang dalam). ‘’Ini bentuk patron yang sangat rentan. Kita sudah banyak melihat pegawai yang pernah menggunakan jalur ini, tidak bertahan lama, tidak juga berkembang, dan akhirnya pensiun dalam kekecewaan,’’ demikian Roma. (Man)
0 Komentar