Breaking News

Sistem Online rasa Offline, Pasien Komplain Layanan Publik di Rumah Sakit Daerah Raden Soedjono Selong

Foto : Pasien di RSUS Dr Soedjono Selong saat mengantri di loket layanan rumah sakit. Pasien Komplain Layanan Publik di Rumah Sakit Daerah Raden Soedjono Selong

BUMIGORAMEDIA.COM, LOMBOK TIMUR - Qori’ Bayyinaturrosyi (33) masyarakat Dusun Montong Meong, Labuhan Haji komplain prihal pelayanan publik di Rumah Sakit Daerah (RSUD) Dr. Soedjono Selong.

Pasalnya, pelayanan yang dilakukan pihak rumah sakit terkesan lama dan berbelit-belit. Kendati hanya mengurus kepulangan pasien dan pengambilan obat saja.

"Saya selaku masyarakat merasakan pelayanan publik di RSUD Selong sangat tidak optimal dan efesien. Sistem teknis administrasinya terlampau memakan waktu, dan terkesan tidak terintegrasi," ucap Qori' menjawab media ini, Senin (26/2/2024).

Dikatakannya, untuk hanya sekedar mengurus kepulangan pasien saja harus menunggu dari pukul 11.00 Wita sampai 13.01 Wita.

Belum lagi Potensi miskomunikasi antar petugas dan bidang-bidang yang sangat tinggi, dan muaranya adalah merugikan pasien dan keluarganya.

Qori' bercerita, sejak pukul 11:00 Wita ia mengurus proses kepulangan seorang pasien atas nama Laely Sobariah (warga masyarakat Montong Meong). 

Pasien yang dirawat dari hari Minggu (25/02/2024) pukul 15.07 itu di rawat di Ruang Paru dengan paket Jaminan Umum meminta untuk pulang, meski pihak RS menyarankan untuk tetap berada di dalam RS.

Namun, karena pertimbangan kenyamanan dan biaya, pasien kekeh agar bisa pulang saja. Akhirnya pihaknya pergi menghadap ke Nakes piket untuk menyampaikan prihal permintaan pulang tersebut. 

Kemudian petugas yang piket memeroses dan menyediakan secarik kertas yang perlu ditandatangani oleh pihak keluarga. 

Setelah ditandatangani, petugas jaga meminta untuk menunggu konfirmasi dan proses dari Dokter agar bisa melakukan pembayaran di kasir. 

"Proses menunggu ini sangat lama memakan waktu dua jam. Saya bolak-balik menanyakan status kepulangan, petugas piket hanya mengatakan kita masih menunggu proses dari dokter yang dilakukan secara online," ceritanya.

"Justru itu yang memicu tanda tanya besar saya, secara online bukankah seharusnya sistem online itu mempercepat proses," lanjutnya.

Akhirnya kata dia, pukul 12.20 ia menyampaikan pada petugas piket agar pasien diizinkan pulang, dirinya selaku perwakilan keluarga sebagai jaminan, dan menunggu prosesnya.

Petugas piket menyetujui permintaannya. Kemudian pukul 12.30 Wita struk yang harus di bawanya ke loket pembayaran sudah jadi, dan diberikan oleh petugas piket. 

"Saya diminta untuk bawa ke loket nomor 14 untuk lakukan pembayaran. Sesampai di loket pembayaran, sayapun diminta untuk menunggu karena petugas loket katanya perlu mengonfirmasi ke petugas ruangan mengenai apakah data yang diinput sudah sesuai," jelasnya.

Selang beberapa menit kemudian dirinya diberikan struk pembayaran pada pukul 13:01 dan tertera Rp. 2.165.911 juta rupiah total pembayaran. 

"Akhirnya saya melakukan transfer, kondisi jaringan yang agak lambat membutuhkan proses transfer yang sekitar 10 menit," katanya. 

Setelah melakukan transfer saya masih diminta mengantar bukti pembayarannya ke ruangan awal, agar bisa mengambil obat. 

"Akhirnya saya kembali lagi ke lantai dua di Ruang Perawatan TB Paru. Sesampai di sana saya berikan bukti pembayaran ke perawat yang jaga. Bukti pembayaran diterima, tapi obat tidak diberikan," ungkapnya. 

Qori' juga sempat menanyakan prihal obat, namun beberapa perawat terlihat kebingungan dan saling tanya.

"Kemudian salah seorang perawat masuk ke ruangan dan mengambilkan saya obat tersebut," jelasnya.

Rupanya tidak hanya Qori' sendiei yang mengalami pengalaman itu, salah seorang warga asal Suela, Lombok Timur terlihat kesal. 

"Saat saya tanya, ternyata ia kesal karena hanya sekedar mengambil obat harus kesana-kemari dan memakan waktu 3 jam," demikian Qori

0 Komentar

© Copyright 2022 - BumigoraMedia