Breaking News

ADBMI Lotim Gelar Publikasi Peta Dan Kajian Risiko Bencana


LOTIM BumiGoraMedia.com - Yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) Lombok Timur mengadakan publikasi hasil kajian dan peta resiko bencana desa Pringgasela Timur kecamatan Pringgasela kabupaten Lombok Timur pada Sabtu, (20/3/2021). Hasil kajian selama tiga belas bulan yang di mulai sejak Februari tahun lalu ini merupakan kerjasama antara ADBMI dengan yayasan Sheep Indonesia dan AWO Internasional.
 Direktur ADBMI Lombok Timur, Roma Hidayat Kanan Saat Memberikan Sambutan Tentang Kajian dan peta Resiko Bencana Desa Peringga Sela. (FOTO: Firman Bm)

Hadir pula Muhammad Sabri selaku Kepala Desa Pringgasela Timur dan Mahyudin selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lombok Timur.  

Dalam kegiatan ini, Roma Hidayat selaku direktur ADBMI mengatakan alasannya memilih desa Pringgasela Timur (Pritim) sebagai laboratorium adalah karena luas wilayahnya yang bisa di akomodir. 

"Pringgasela Timur termasuk desa baru dengan kekadusan berjumlah tiga dusun. Jadi bisa di akomodir nantinya setiap program yang dilaksanakan."

Lebih lanjut, direktur ADBMI ini mengungkapkan sangat pentingnya partisipasi masyarakat dalam membuat program berbasis masyarakat. 

"Prinsip gotong royong menjadi kekuatan utama sekaligus prinsip dasar dalam membuat program" 

Ia juga menyinggung tentang kurangnya kepedulian pemerintah kepada desa - desa yang tidak menjadi sentral kebencanaan ketika gempa bumi melanda Lombok tahun 2018 lalu. 

"Dalam pemantauan ADBMI, penanganan dan perhatian pemerintah, kelompok relawan dan lembaga-lembaga sosial cendrung terfokus pada episentrum terdekat gempa (inti), seperti di Kabupaten Lombok Utara (KLU) dan kalau di Lombok Timur berpusat di Kecamatan Sembalun, Sambelia dan Pringgabaya. Sedangkan desa-desa yang tidak dikatakan epicentrum nyaris tidak mendapatkan perhatian. Padahal desa-desa tersebut faktanya juga banyak terkena dampak yang cukup besar. Alhasil segala bantuan banyak ditujukan ke daerah inti gempa sedangkan desa-desa lainnya yang juga terdampak mendapatkan bantuan yang terbatas."

Lebih lanjut, ia menegaskan "Lombok Timur paling tidak siap menanggulangi bencana. Itu yang membuat ADBMI membuat program berbasis masyarakat."

Diwaktu yang bersamaan, Muhammad Sabri selaku kepala desa Pringgasela Timur memaparkan program yang telah dijalankan selama ini yang berbasis masyarakat. 

"Kami desa pelosok, dengan dana desa yang seadanya kami membangun desa bersama masyarakat. Desa adalah garda terdepan dalam pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Kegiatan kami bersama masyarakat seperti menjaga keasrian dan kebersihan lingkungan dengan menanam bunga pucuk merah di sepanjang pinggir jalan. Kami ingin kedepannya desa ini menjadi desa wisata."

Lebih lanjut ia menjelaskan, "selain itu juga kami tetap bergotong royong bersama masyarakat dan juga tidak membuat kandang di dekat lahan yang rawan longsor. Mengingat desa kami banyak tambang pasir." 

Selain itu juga Muhammad Sabri ingin menjadikan desanya selain sebagai sentral ternak, juga sebagai sentral kain sesek. Karena hampir 90% masyarakatnya terlebih perempuan menjadikan itu sebagai mata pencaharian. 

Permasalahannya sampai saat ini adalah di desa Pringgasela Timur banyak sekali tambang pasir ilegal yang di buka oleh masyarakat yang menyebabkan kerusakan lingkungan. 

"Banyak tambang ilegal di Pritim (Pringgasela Timur - red) yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Bahkan banyak penambang dari desa luar. Kami di minta membuat rekomendasi dari desa oleh stake holder terkait untuk tambang tersebut, tapi dengan tegas kami tolak. Mereka tidak ada sumbangsihnya kepada desa selain kerusakan dan kerugian," tegasnya. 

Diwaktu yang bersamaan, Mahyudin selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Lombok Timur mengungkapkan apresiasinya kepada pemerintah desa Pringgasela Timur atas tindakannya membatasi tambang pasir. 

"InSya Allah akan kami rekomendasikan desa Pringgasela Timur sebagai desa tangguh bencana. Tentu SK dari desa nantinya."

Mahyudin mengakui bahwa kabupaten Lombok Timur memang belum siap menghadapi bencana baik alam maupun non alam. 

"Sampai saat ini ada 35 desa dan kelurahan yang telah di bentuk sebagai desa tangguh bencana dan itupun kerjasama dengan banyak stakeholder terkait. Tumben untuk tahun ini kita bisa membentuk dua desa tangguh bencana, biasanya satu desa. Jika satu desa pertahun, maka butuh ratusan tahun untuk membentuk desa tangguh bencana secara keseluruhan." (Firman)

0 Komentar

© Copyright 2022 - BumigoraMedia